Baca ! 4 Alasan Mengapa Indonesia Belum Maju-maju

Baca ! 4 Alasan Mengapa Indonesia Belum Maju-maju



Indonesia. Negara maritin dan agraris terbesar di dunia. Dengan penduduk sekitar 265 juta jiwa, anda pasti masih heran mengapa negara sebesar ini belum maju layaknya Singapura dan Jepang. Bahkan, Indonesia masih dibawah Malaysia dalam segi perekonomian dan pendidikannya.

Dalam artikel ini, saya akan memberikan 4 alasan yang tepat mengapa Indonesia belum maju menurut saya. Ini tidaklah seratus persen benar karena didasari opini, tapi anda pasti setuju dengan beberapa poin dibawah ini. Yuk, kita lihat.

1. Agama masih dipermasalahkan



Ini nih permasalahan yang paling besar yang ada di bumi pertiwi Indonesia. Ya, masalah agama. Negara lain yang udah maju seperti Singapura tidak memikirkan masalah ini lagi karena agama adalah menjadi hal yang bersifat individual dan tidak bisa diganggu gugat Sudah menjadi masalah privasi masing-masing.

Indonesia ? Jangan harap. Orang di gereja saja masih di bom sama orang yang katanya Islam-nya bagus tapi di Al-Quran tidak diajari seperti itu, bahkan hukumnya haram.

Nah, ketauan kan kalau Indonesia itu masih ngeributin masalah agama. Indonesia memang mayoritasnya muslim, tapi jangan sok menindas orang lain yang beda keyakinan. Biasa aja kok. Dia juga kan gak menyerang kita.

Untuk para pembaca non-muslim yang masih heran mengapa Islam itu kayak identik dengan teroris, itu alasannya adalah salah tafsir pada kata jihad. Dalam Al-Quran, jihad diceritakan dengan tema perang. Nah, ada ayat Al-Quran yang menjelaskan kalau kita mati dalam keadaan jihad, maka matinya itu mati shahid alias langsung mendapatkan surga sebagai balasannya. Tetapi dalam konteks Al-Quran secara dalam, iihad itu artinya sungguh-sungguh. Artinya, jihad itu tidak perlu melakukan hal seperti terorisme. Kalian cukup kuliah sungguh-sungguh sudah dihitung jihad.

Selain itu, Islam itu juga punya dua golongan. Sunni dan Syiah. Sunni itu golongan yang benar-benar Islam murni. Populasinya mencakup 85% seluruh populasi orang yang beragama Islam. Sisanya, itu Syiah. Syiah sendiri adalah golongan garis keras Islam. Nah, Syiah-syiah inilah yang biasanya orang katakan sebagai teroris.

Meskipun Islam jelas mengajarkan arti perdamaian, nyatanya masih saja ada orang yang terkena cuci otak dengan kata "jihad" yang banyak disalahartikan.

2. Berpandangan kalau dokter, pejabat, engineer, dan boss adalah kunci kesuksesan



Masalah terbesar mengapa Indonesia masih gak maju-maju itu karena Indonesia masih teguh memercayai pandangan yang kuno ini. Ya, kalau mau sukses, jadi dokter, pejabat, ahli teknik, dan seorang bos. Atau anda sering mendengar kata orang tua kalau kamu ngambil Sastra Korea kamu mau jadi apa ?

Itu adalah pertanyaan yang paling menyakiti hati seorang remaja nomor 1 di dunia.

Jujur, saya juga tersinggung dengan pertanyaan semacam itu. Memang realita seperti itu. Tapi, itu juga menghancurkan cita-cita masa depan seorang anak. Jikalau ada orang tua mengucapkan seperti itu, saya yakin 100%, anda tidak didik dengan benar oleh orang tua atau orang tua anda masih ber-mindset kuno.

Reza Arap sukses menjadi Youtuber. Tere Liye sukses menjadi seorang sastrawan dan penulis. Raditya Dika sukses menjadi penulis. Joko Anwar sukses menjadi sutradara. Jadi, mengapa orang-orang ini sukses diluar pemikiran yang "kuno" ?

Itu karena mereka menikmati passion mereka.

Anda, sebagai orang tua, tidak perlu mendikte anak anda untuk harus menjadi salah satu dari 4 pekerjaan yang paling dipuji di Asia. Anda tak perlu gengsi karena gengsi hanya berlaku pada saat itu juga. Orang-orang kan punya cara sukses masing-masing. Saya lebih baik bergaji kecil namun menikmati hidup dan bahagia, dibandingkan saya gaji besar namun stress sepanjang hayat. Kalau anda ingin menjadi salah satu dari 4 itu, ya itu tidak saya masalahkan karena itu pilihan masa depan anda. Nah, yang saya tekankan dan masalahkan pada tulisan ini adalah tentang gengsi orang tua untuk memaksa anaknya masuk dari 4 pekerjaan tersebut yang inginnya anaknya cepat kaya secara materialistik.

Loh, bukannya wajib untuk menafkahi keluarga ?

Iya, menafkahi. Itu kan jadi kewajiban utama yang tidak tertulis. Yang saya masalahkan adalah kalau anda punya anak terus memaksa anaknya melakukan hal itu sedang belum tentu anaknya punya passion seperti itu gimana jadinya ? Anak kan jadi stres, terus sering berantem ke orang tua terus gagal dalam menggapai cita-citanya. Masih mending kalau anak membenarkan orang tua. Kalau yang tidak suka bagaimana ? Hidupnya pasti kesusahan.

Lagipula , kalau anda tidak sanggup menafkahi, jangan nikah dulu, jangan berkeluarga dulu. Matangkan karir yang anda cintai dulu. Urusi diri anda dahulu. Tidak apa-apa kalau menikah telat daripada anda menikah dahulu namun hidup melarat. Kalau anda sudah siap, baru nikah atau berkeluarga.

Selain itu, pemikiran orang tua yang kebanyakan masih menganut kalau banyak uang itu sukses. Ya  itu salah satu definisinya. Namun, sukses itu bersifat subjektif yang berarti memiliki banyak definisi tersendiri.

Sukses itu adalah dimana kita telah mencapai cita-cita yang kita idamkan. Sukses itu adalah kita telah menjadi orang yang berguna. Sukses itu adalah masuk surga. Sukses itu adalah mampu membahagiakan orang tua. Definisi sukses itu jumlahnya tidak hingga dan tidak terdefinisikan layaknya lambang tak terdefinisikan dalam ilmu kalkulus. Itu tergantung pada tujuan hidup anda.

3. Masalah Pendidikan



Pendidikan di Indonesia masih bobrok jika saya jujur. Mengapa ? Cukup lihat saja dengan keseragaman sekolah yang tidak terjadi. Orang masih percaya kalau masuk SMAN 8 Jakarta itu gampang masuk UI. Orang masih percaya kalau masuk SMAN 3 Bandung itu gampang masuk ITB. Pemikiran itulah yang masih menghambat kita tentang pendidikan di Indonesia. Padahal, semua sekolah itu sama saja. Bahkan, ada beberapa teman saya yang menyesal masuk SMAN 3 Bandung karena cuman untuk gengsi orang tuanya.

Lalu, orang tua masih mementingakn nilai dibandingkan esensi pendidikan yang bermutu dan banyak orang juga yang masih mementingkan nilai sebagai penentu masa depannya. Ditambah ini adalah realita. Bukti ? Saya di ceramahi habis-habisan bahkan diancam untuk didatangi psikater oleh ibu saya gara-gara saya mengatakan "nilai itu sekarang tidak penting, tapi yang paling penting adalah inti dasar yang kamu pelajari di sekolah itu bisa di apikasikan ke orang banyak.Kamu tinggal Kerja keras, cerdas, beribadah, dan mengembangkan talent yang sudah diciptakan oleh Tuhan YME". Sumpah demi Allah, saya kaget ibu saya memarahi seperti itu ketika saya berbicara kebenaran.

Jadi, sekolah itu cuman ngejar nilai aja ? Bukan relasi ? Bukan wejangan guru ? Bukan ilmu ? Bukan kesempatan kerja ? Bukan talent ? Iya, nilai itu penting dan sudah merupakan kewajiban yang tidak tertulis lagi. Orang Indonesia itu pinter kok. Tinggal, kitanya saja yang harus berkembang secara karakter.

Oh ya, pendidikan karakter itu juga menjadi "pitfall" pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, kalau banyak orang Indonesia masih gak tau arti tata krama. Merokok sembarangan. Buang sampah sembarangan. Tidak menghargai orang tua. Orang tua tidak menghargai anaknya. Itukan namanya tata krama ?!

Pramuka saja yang digadang-gadang menjadi program pengembangan karakter di Indonesia saja bobrok alias tidak terjalani dengan baik. Di sekolah saya, pramuka tidak terlaksana dengan baik. Malah banyak yang mabal dan lagi Pramuka itu tidak penting.

Sekarang ? UN dipersulit dengan sola SBMPTN tanpa sosialisi dulu. Kurikulum yang tidak fleksibel alias gonta-ganti. Menurut pendekatan sosiologi, Kurikulum yang berganti-ganti dalam waktu dekat menandakan kalau kurikulum itu bermasalah pada inti perumusannya. Saya tidak tahu apa inti masalahnya karena saya bukan ahli pendidikan. Peran pemerintah-lah yang harus bisa menganalisis masalah ini. Namun, saya berpendapat kalau inti permasalahannya itu letaknya pada pendidikan karakter dan banyaknya pelajaran yang di bebankan oleh siswa.

Saya bisa menyarankan kalau pendidikan yang baik itu dilakukan dengan cara mengerucut atau terfokus. SD kita mempelajari IPA and IPS secara umum. SMP mulai penjurusan IPA dan IPS serta Bahasa. SMA sudah mulai bermain pada prodi bedasarkan penjurusan SMP. Hal ini dilakukan agar siswa dapat fokus dalam menentukan masa depannya dan efektif dalam menerapkan pendidikan karakter yang sudah dipelajari sejak kecil.

Jika kalian membandingkan pendidikan Indonesia dengan Finlandia itu juga percuma. Lihat saja rasio jumlah penduduknya. Finlandia kan sedikit orangnya, kalau Indonesia banyak. Jangan heran kalau pengaplikasian pendidikan di sana itu mudah. Kelasnya aja kurang dari 20 orang. Kalau kita menerapkan pendidikan Finlandia di Indonesia, bisa kebablasan kita.

4. Kurang Bisa Menghargai Pendapat dan Karya Orang Lain

Mobil Selo, Mobil Listrik Buatan Indonesia yang "dibuang" di negaranya sendiri

Inilah penyebab yang saya bisa temukan dimana-mana ketika saya melihat Indonesia. Ya... Kebanyakan orang Indonesia belum bisa menghargai pendapat orang lain. Lho kok bisa ? Iya, lihat saja postingan politik dan agama saja. Banyak sekali yang acuh tak acuh menjadi orang yang paling benar yang padahal belum tentu benar. Alias banyak yang sok tahu. Adapaun orang yang memberikan opini atau kritik saja masih gak mau didengarkan.

Lihat rapat DPR yang kita bisa lihat. Dulu ada berita yang anggota DPR marah gara-gara beda argumentasi yang sampai membanting meja.

Begitupun menghargai karya dalam negeri pun masih ditolak mentah-mentah. Mobil listrik pun sampai ditolak Indonesia gara-gara tidak lulus uji SNI saja. Diperparah Malaysia pun melirik karya mobil listrik itu dan membelinya agar bisa dikembangkan di sana. Apa yang terjadi ? Indonesia marah.

Bodoh kan ?

Jadi, Indonesia perlu menghargai pendapat yang beda meskipun menyakitkan dan mendukung secara penuh karya milik bangsa kita sendiri. Jangan sampai ketergantungan impor atau memakai produl luar negeri dengan alasan produk dalam negeri itu jelek secara mentah-mentah. Karena bisa saja karya anak bangsa ini justru dapat memajukan perekonomian dan produktivitas.


Itulah 4 alasan utama Indonesia belum menjadi negara yang superior. Mungkin saja anda menyalahkan Pak Presiden karena ekonomi kita justru melemah dibandingkan era presiden sebelumnya. Iya, tidak apa-apa, namanya juga opini. Nah yang saya masalahkan adalah kalau anda ingin presiden baru namun presiden sekarang sudah berhasil memajukan ekonomi Papua dan beberapa daerah terpencil lainnya, itu bagaimana ? Anda kan tinggalnya di kota bukan di tempat yang terpencil. Coba kalau anda tinggal disana, pasti kalian akan sangat bersyukur.

Nah, apakah opini kalian itu sama dengan yang diatas ? Atau justru berbeda ? Atau bahkan ingin menambahkan ? Silakan saja anda bisa menambahkan opini atau berargumen soal ini di kolom komentar anda. Terima kasih telah membaca artikel ini.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama