Fenomenologi Agama : Agama Sebagai Alienasi Menurut Karl Marx
Awal Mula Karl Marx Tertarik Akan Adanya Agama
Ketertarikannya untuk memasukkan gagasan tentang agama diawali dengan ketertarikannya pada kritik agama yang disampaikan oleh Bruno Bauer dan Ludwig Andreas von Feuerbach atau lebih dikenal sebagai Ludwig Feuerbach secara radikal. Pada saat itulah Marx menemukan adanya hubungan ‘kotor’ antara gereja dengan pemegang kekuasaan yang terjadi di ranah agama dan politik Eropa pada abad 19. Marx sadar dan geram dengan kenyataan bahwa kaum elit penguasa itu menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Pengertian Alienasi
Alienasi atau Alienisasi atau dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan menjadi proses menuju keterasingan, adalah teori yang dikeluarkan oleh Karl Marx tentang munculnya sebuah keadaan di mana buruh atau proletar mendapatkan sebuah keadaan yang terasing dari kehidupannya.
Alienasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana manusia dikuasai oleh kekuatan-kekuatan yang tercipta oleh kreasinya sendiri, yang merupakan kekuatan yang melawan manusia itu sendiri.
Alienasi yang dijumpai di tempat orang bekerja merupakan alienasi yang paling penting menurut Karl Marx, terutama karena baginya manusia merupakan “Homo Faber” yaitu manusia sebagai pekerja dan pencipta.
Agama Sebagai Alienasi dan Kritik terhadap agama oleh Karl Marx
Menurut Karl Marx, agama adalah sebuah ilusi. Rasa takut adalah sebuah ilusi dengan konsekuensi yang sangat menyakitkan. Agama adalah bentuk ideologi yang paling ekstrim dan paling nyata–sebuah sistem kepercayaan yang tujuan utamanya adalah dapat memberikan alasan dan hukum hukum agar seluruh tatanan dalam masyarakat bisa berjalan sesuai dengan keinginan penguasa.
Menurutnya, agama sangat bergantung pada kondisi ekonomi. Sebab tidak satupun doktrin dan kepercayaan-kepercayaan agama yang mempunyai nilai-nilai independen.
Walaupun doktrin satu agama berbeda dengan yang lain, namu bentuk-bentuk spesifik yang ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya tergantung pada satu hal, yaitu kondisi sosial kehidupan yang pasti juga bergantung pada kekuatan materi yang bisa mengatur masyarakat dimanapun dan kapanpun.
Agama adalah candu masyarakat
‘Die Religion … ist das Opium des Volkes’
Karl Marx sebenarnya menghargai eksistensi agama dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang besar: It (religion) is the fantastic realization of the human essence since the human essence has not acquired any true reality.
Kekuatan agama yang besar--menurut Marx--bisa membentuk ilusi akan kebahagiaan di dalam pikiran manusia dan menjadi semacam ‘opium’ bagi orang-orang yang sakit sebab bisa meredakan penyakit dan kesengsaraan.
Marx mengkritik ilusi kebahagiaan yang bisa melemahkan semangat perlawanan kaum tertindas terhadap kelas di atasnya yang bersifat opresif dan menjadikan masyarakat sebagai orang yang tidak berjiwa dan tidak berperasaan.
Bagi sebagian orang yang menganut agama, gagasan bahwa mereka akan bertemu lagi dengan orang-orang tercinta yang sudah meninggal terlebih dahulu di sebuah tempat yang jauh lebih baik dari dunia (surga), membantu mereka untuk berhadapan dengan ketidakadilan dan kekecewaan yang mereka alami di kehidupan sehari-hari.
Kaitan Antara Agama dengan Aspek Sosial dan Ekonomi
Marx melakukan analisis terhadap agama dengan mengaitkannya pada aspek sosial dan ekonomi. Jalur analisis yang dipilihnya tersebut melahirkan suatu penekanan pada hubungan antara alienasi dan agama.
Dalam tulisannya di awal tahun 1840an, ia menjelaskan panjang lebar alienasi manusia karena kekuasaan kapitalisme; kita teralienasi saat perkembangan kapasitas manusia digagalkan karena opresi dari pemilik modal dan permesinan.
Dalam hal ini, menurut Marx, agama merupakan refleksi dari alienasi manusia dalam masyarakat yang setiap harinya merasa tertekan dengan kekuatan kapitalisme. Dalam kata lain, agama akan menjadi sebuah penenang atau pereda rasa sakit yang digunakan oleh orang-orang yang tertindas secara sosial dan ekonomi dalam masyarakat yang terbagi atas kelas-kelas.
Sebagai seorang materialis yang peka terhadap lingkungan masyarakat sekitar, ia menyadari bahwa agama terkadang digunakan sebagai alat penggerak dan pendompleng kekuasaan oleh kaum kapitalis dan pada saat yang sama dijadikan sebagai sebuah ilusi untuk membuat mereka yang tertindas terus patuh dan tidak berdaya terinjak oleh kekuasaan.
Tulisan yang bagus.sesuai degan kenyataan
BalasHapusPosting Komentar